Senin, 08 Juni 2015

SANKSI FIFA ( TINJAUAN DARI HAK PEMAIN DAN PENONTON SEPAK BOLA )

SANKSI FIFA
( TINJAUAN DARI HAK PEMAIN DAN PENONTON SEPAK BOLA )


Pengaruh Pembekuan PSSI terhadap Psikologi Pemain

Psikologi pemain sepertinya sekarang ini menjadi sangat terganggu, tidak hanya itu saja, para pelatih pun menjadi tidak nyaman dengan adalah pembekuan PSSI. Hal ini telah dinyatakan oleh Suharno, pelatih Arema Cronus. Beliau juga menyatakan bahwa keputusan menteri pemuda dan olahraga (Menpora), yaitu Imam Nahrawi tentang membekukan PSSI tersebut ikut andil memberikan dampak yang buruk bagi para klub dan psikologi pemain.
Meskipun dengan adanya pembekuan tersebut sehingga seluruh pertandingan Indonesia Super League(ISL) 2015, baik itu Divisi Utama, Divisi I, II, dan III tetap berjalan sebagaimana mestinya sesuai dengan supervisi KONI dan KOI bersama Asprov PSSI dan Klub setempat. Namun satu hal yang dinyatakan oleh Kemenpora tersebut sepertinya tidak membuahkan hasil yang bagus untuk para pemain.
Karena jika dilhat secara mental, tentu saja hal ini sangat tidak nyaman sekali. Melihat dengan kondisi yang semakin memanas tersebut, otomatis kalau pun kompetisi tetap bisa dijalankan sebagaimana mestinya, namun jika ada pembekuan, pelatih Arema Cronus, Suharno tetap menyatakan bahwa beliau tetap tidak yakin bahwa pertandingan atau kompetisi tesebut bisa berjalan dengan nyaman.
Karena dengan adanya sanksi tersebut, tentu saja para pelatih hanya bisa menunggu reaksi dari PSSI. Karena beliau tidak bisa berkomentar banyak. Kalaupun bisa berkomentar, hal tersebut hanya akan membuat suasana menjadi panas. Untuk itulah para pelatih hanya bisa menunggu hingga pihak yang berwenang memberikan keputusan yang tepat.
Yang pasti, tim Arema Cronus akan tetap dipersiapkan dengan matang, meskipun mereka dihadang dengan berbagai pikiran konflik yang masih ada, dan sulit dihilangkan dari benak pemain. Entah itu dengan cara memberikan motivasi dan berbagai latihan meskipun situasi sedang tidak menentu, namun tim pelatih akan tetap berjuang untuk memajukan Arema Cronus.
Karena jika baik itu tim ataupun pelatih bisa saling menguatkan, begitu juga dengan adanya dukungan dari suporter yang besar kepada tim, para pelatih dan tim yakin bahwa suatu hari nanti mereka akan berhasil sukses melewati situasi konflik tesebut. Meskipun sekarang ini adalah masa sulit yang tidak hanya diterima oleh Arema saja, karena masalah ini juga oleh tim lain, namun dengan rasa kebersamaan itulah kami pikir semua masalah bisa teratasi.
Lagian, sementara jadwal uji coba sedang disusun, maka inilah saatnya tim pelatih Arema untuk mengkaji lagi beberapa yang harus diperbaiki. Karena masih ada banyak pemain Arema yang cidera, setelah Kurnia Meiga, Utam Rusdiana, Benny Wahyudi, dan Purwaka Yudi.


SANKSI FIFA: Cerita Mengenaskan Bung Towel
Kegaduhan sepakbola Tanah Air meninggalkan cerita mengenaskan di kalangan industri mulai dari pemain, pelatih, perangkat pertandingan hingga generasi muda yang impiannya hancur lantaran gagal bertanding.
Direktur Kompetisi PSSI Tommy Welly menceritakan bahwa gelombang keempat kursus kepelatihan berlisensi C AFC diglar pada 1 Juni 2015 di Sawangan selama 13 hari. Pada waktu itu sebanyak 21 pelatih berasal dari seluruh Indonesia sudah hadir di lokasi.
Sehari menjelang dimulai kursus, 30 Mei 2015 FIFA melayangkan sanksi kepada PSSI bahwa hak-hak anggota dicabut karena pemerintah melakukan intervensi dengan pembekuan organisasi sepakbola itu. Alhasil kusrus kepelatihan terpaksa ditutup karena tidak bisa melaksanakan.
"Sudah pada datang pelatih dari seluruh Indonesia jumlahnya 21 orang tapi tanggal 1 Juni dibuka, PSSI terpaksa di-closing karena tidak bisa melaksanakan ini, efek terhadap sanksi FIFA," kata pria yang akrab disapa bung Towel ini seusai diskusi di Cikini Jakarta, Sabtu (6/6/2015).
PSSI tahun ini punya delapan gelombang kursus kepelatihan lisensi C AFC, dua kali kursus lisensi B AFC dan satu kali kursus lisensi A AFC. Adapun kursus lisensi C AFC sudah dilaksanakan sebanyak tiga kali.
Selain itu program Tim Nasional Indonesia banyak yang berantakan. Timnas Senior tidak bisa ikut kualifikasi Piala Dunia dan kualifikasi Piala Asia. Begitu juga dengan Timnas U-16 dan Timnas U-19 tidak bisa ikut dalam ajang internasional.
Towel bercerita sejak pertengahan tahun 2014 pelatih Fachri Huzaini mengasuh kelompok U-19 dan U-19 dengan harapan bisa bertanding tahun ini. Pemain bola usia antara 14-18 tahun sudah masuk pelatnas di Sawangan, masuk dua bulan dan kelua dua minggu balik lagi.
"Tujuannya Juli-Agustus mereka main di Solo, yang U-16 main Agustus September di Sidoarjo pertandingan sebagai tuan rumah. Karena sanksi kita tidak bisa main," ujarnya.
Impian sejak masuk Pelatnas, pemain muda bermain mengenakan kostum garuda. Tapi apa daya satu bulan menjelang pertandingan mimpinya dirampas. Sanksi FIFA menggagalkan semuanya.
"Mereka pulang beresin barang-barangnya dari pelatnas Sawangan, masukin ke tas lalu pulang ke rumahnya, kecuali kalian tega, kalian sadis kalau lihat itu kalian tega," ujar Towel.
Dengan sanksi ini pula, biaya yang terbuang untuk skala internasional pun sia-sia. Towel berharap kegaduhan ini segera brakhir. Kuncinya, PSSI sangat berharap pemerintah lewat Menpora mencabut surat pembekuan itu karena hanya itu syaratnya.
"Sejak peringatan FIFA tanggal 4 Mei cuma itu, pemerintah Indonesia tolong cabut deadline nya tanggal 29 berbarengan kongres kami, cabut pembekuan itu karena itu intervensi. Kalau sekarang pemerintah lewat menpora masih memberdayakan tim transisi artinya tidak ada itikad baik karena tim transisi yang dibentuk menpora produk daru SK pembekuan itu," tutur Towel.
  
“MENUJU PENTAS DUNIA”, itulah slogan yang didengungkan ketika pertama kali kompetisi Liga Indonesia pertama kali digelar. Kompetisi yang merupakan penggabungan (paksa) dua kompetisi yaitu kompetisi perserikatan (amatir) dan GALATAMA (semi profesional), sedari awal memang digadang gadang bukan hanya akan mengangkat prestasi sepakbola Indonesia, melainkan juga merupakan bentuk kompetisi sepakbola yang akan bergerak menuju ke arah profesional seperti yang waktu itu bergulir di negara negara elit sepakbola.
Namun lain slogan lain tujuan lain pula realisasinya. Dalam perjalanan dan perkembangannya, kompetisi Liga Indonesia yang sempat beberapa kali berganti “judul” sesuai sponsor utama yang menangani, jauh dari harapan yang dicanangkan semula. Kompetisi yang semula diharapkan bisa mendongkrak prestasi baik secara klub peserta maupun Tim Nasional berjalan dengan banyak aspek yang dipaksakan.
Dari sisi klub, banyak klub yang masih saja mengandalkan anggaran pemerintah daerah (APBD) sebagai nafas klub. Kualitas wasit pun jauh dari harapan, sampai pernah terkuak skandal wasit yang sangat memalukan. Pengelola kompetisi maupun pengurus klub seringkali justru bukanlah orang yang ahli di bidangnya, terbukti dari banyaknya “pemilik” klub yang merupakan kepala daerah klub bersangkutan.
Prestasi..??????? SANGAT MEMPRIHATINKAN. Dari segi klub, juara Liga Indonesia hampir pasti selalu jadi bulan bulanan ketika berkompetisi di tingkat asia, terlebih jika bertemu klub klub dari asia timur maupun asia barat.Di level Timnas pun, prestasinya juga jauh dari harapan. Di level ASEAN Timnas Indonesia hanya mampu 4 kali runner up piala AFF dan 3 kali runner up Sea Games tanpa satupun gelar juara.
Dari sini jelas terlihat, bahwa kompetisi Liga Indonesia disetting bukan untuk profesionalisme maupun prestasi, melainkan hanya sekedar untuk hiburan dan hura hura di stadion. Karena dari sisi animo publik, sepakbola Indonesia bisa dibilang ada di jajaran atas. Selain jumlah penduduk yang memang besar, minat publik untuk  menonton pertandingan sepakbola memamng lumayan besar. Hampir tiap klub punya basis suporter dalam jumlah besar. Seorang Tommy Welly yang merupakan komentator ternama bahkan pernah dengan pede-nya menyatakan bahwa liga Indonesia adalah Liga Inggrisnya asia,, dilihat dari animo publik terhadap perhelatan ini.
Sayangnya,, modal besar berupa animo publik yang secara langsung adalah market yang menggiurkan tidak dimanfaatkan dengan baik. Berbagai upaya telah dilakukan salah satunya dengan merombak kompetisi sekaligus nama menjadi Indonesia Super League. Penggunaan nama ISL diharapkan akan lebih menjual, dan juga akan menerapkan aturan dan seleksi yang lebih ketat, sesuai standar yang ditetapkan AFC/FIFA mengenai persyaratan klub sepakbola profesional meliputi 5 aspek yaitu support (pembinaan usia dini), infrastuktur (fasilitas stadion, tempat latihan), legal (mengnai hukum seperti legalitas), finance (kekuatan keuangan klub) dan persone (management) agar kompetisi bisa berjalan secara BERSIH, SEHAT dan BERKUALITAS.
Namun sekali lagi, program yang semestinya baik ternyata tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. Banyak kriteria yang sebenarnya mutlak dimiliki oleh klub peserta ternyata tidak dapat dipenuhi dan tetap diberi toleransi dengan berbagai pertimbangan, terutama mengenai finansial dan infrastruktur.
Tak heran, ditengah hiruk pikuk kompetisi yang selalu ramai penonton, disiarkan di televisi hampir tiap hari, kisah kisah miris mengenai pemain terlambat menerima gaji, pemain TIDAK menerima gaji, pemain hidup seadanya di mess, bahkan sampai ada pemain yang meninggal dan baru diberi haknya pernah terjadi selama perhelatan kompetisi sepakbola Indonesia.
Hal ini diperparah dengan sikap apatis kebanyakan suporter dimana banyak dari mereka yang hanya tahu nonton di televisi maupun stadion, bersorak, bernyanyi mendukung klub kebanggaanya.Dan bagi pengelola liga sendiri, ketika pertandingan masih diminati penonton maupun suporter, mereka pun akan tetap enjoy dengan keadaan ini dan me”lupa”kan tujuan awal kompetisi, yaitu prestasi dan profesionalitas untuk MENUJU PENTAS DUNIA.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar